Salah satu pelaksanaan adat-istiadat yang terdapat di Kesultanan Serdang dan masyarakat Melayu Sumatra Timur pada umumnya adalah upacara kematian. Pada zaman dahulu kesultanan merupakan pemerintahan tertinggi pada masyarakat Islamdi Sumatra Timur (sekarang Sumatra Utara). Oleh karena itu, upacara kematian pada masyarakat Islam dapat dilihat dalam pelaksanaan upacara kematian Sultan. Tujuan upacara kematian pada masyarakat Melayu sesuai dengan ajaran agama Islam yaitu mati dalam Islam. Jika yang meninggal dunia adalah seorang Sultan atau Orang Besar maka diadakanlah upacara dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Memandikan dan Mengkafani Jenazah
Aturan yang berlaku dalam tradisi Islam dan Melayu adalah jenazah harus dimandikan terlebih dahulu. Beberapa perlengkapan yang diperlukan dalam melaksanakan ritual memandikan mayat di antaranya adalah kain putih, sugi-sugi, air limau, sabun, kapas, daun bedara, sikat, bedak, minyat atar, kapur barus, dan cendana. Seluruh perlengkapan itu dimasukkan ke dalam dua mangkuk limau, empat piring, satu talam, satu sangai, dan dua buah labu. Jenazah dimandikan dengan cara Islam. Orang yang memangku jenazah sebaiknya menantu atau kerabat dekat untuk menjaga agar hal yang kurang baik tidak sampai tersiar ke luar.
Apabila jenazah telah selesai dimandikan, diberikanlah sedekah kepada orang yang memandikan, yakni berupa:
Setelah selesai dimandikan, jenazah kemudian dikafani dengan kain putih, diberi kapas, kayu gaharu, dan kapur barus serta wangi-wangian. Selanjutnya, jenazah dimasukkan ke dalam keranda. Kepada seluruh keluarga, ahli waris, kerabat, dan handai taulan, diberi kesempatan melihat jenazah untuk terakhir kalinya. Setelah itu, jenazah lalu disembahyangkan (sebaiknya oleh 40 orang atau lebih). Upacara menshalatkan jenazah mempunyai persyaratan, antara lain perlu diselesaikan hutang-piutangnya agar jangan menjadi penghalang bagi yang meninggal.
Raja Mangkat, Raja Menanam
Jika yang wafat adalah seorang Sultan, maka keranda dinaikkan dengan jenazahnya ke atas kelemba agar upacara Menjunjung Duli bisa dilaksanakan. Sesuai dengan adat Melayu “Raja Mangkat, Raja Menanam”, penabalan pengganti Sultan yang mangkat harus segera dilangsungkan dan jenazah Sultan yang meninggal dunia tidak boleh dikuburkan sebelum diangkat penggantinya. Penobatan Sultan yang baru dilakukan di depan jenazah Sultan yang wafat. Dalam upacara penabalan Sultan, ada beberapa hal yang perlu diingat, antara lain:
Tentang Rahap
Apabila yang wafat adalah Sultan atau Orang-orang Besar Kesultanan Serdang, maka harus dibuatkan rahap. Rahap adalah sungkup atau penutup di mana di dalamnya diletakkan keranda. Rahap diberi hiasan dan tingkatan yang disesuaikan menurut tingkatan sosial orang yang meninggal dunia. Terdapat dua jenis rahap yang digunakan di dalam tradisi Kesultanan Serdang.
Jumlah tingkat rahap harus angka genap yang melambangkan perasaan duka-cita. Sebagai penanda berita belasungkawa, di luar istana dikibarkanlah tonggol, yakni panji-panji kecil berbentuk persegi dan berwarna hitam. Di atas bumbungan rahap terdapat selembayung yang ditempatkan di tengah-tengah. Selembayung adalah tanda jenis kelamin orang yang meninggal dunia. Untuk laki-laki, bagian tengah selembayung bentuknya berbukit, sedangkan untuk perempuan, selembayung mempunyai lekukan pada bagian tengahnya.
Warna yang digunakan pada rahap juga terdapat perbedaan berdasarkan kedudukan keluarga kesultanan yang meninggal dunia, yaitu:
Pemakaman
Setelah acara penabalan Sultan yang baru selesai dilaksanakan, maka jenazah almarhum Sultan sudah dapat diberangkatkan untuk dimakamkan. Pemberangkatan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir diawali dengan kata sambutan, kemudian seluruh keluarga menyampaikan ucapan terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan selama proses upacara baru kemudian jenazah mulai diberangkatkan menuju tempat pemakaman. Perjalanan menuju ke tempat pemakaman sebaiknya dilakukan dengan berjalan kaki dan untuk wanita sebaiknya tidak turut serta.
Perlengkapan yang harus disediakan dalam upacara pemakaman antara lain air mawar selabu, tilam, tikar, payung, dan bantal. Ada punggawa yang ditunjuk untuk membawa air labu yang nanti disiramkan atas makam, serta membawa payung dan tikar untuk tempat duduk orang yang membaca talqin. Selain itu disediakan juga bungai rampai setalam yang akan disebarkan di sepanjang jalan menuju pemakaman dan disebarkan pula di atas makam. Uang recehan juga disiapkan untuk disedekahkan kepada para pengantar. Untuk ulama yang membaca talqim, disedekahkan tilam-tilam, bantal baru, dan sebuah tepak penalkin beserta uang di dalamnya. Setelah upacara pemakaman selesai dilaksanakan, maka pada malamnya diadakan tahlil selama 3 hari berturut-turut.