Makam Diraja Serdang terletak di tengah Kampung Besar, yaitu perkampungan orang Batak (sekarang Kampung Masjid), Kecamatan Batang Kuis, dekat dengan Sungai Serdang. Kompleks pemakaman yang menjadi situs sejarah dan bernilai arkeologis ini telah mendapatkan legitimasi secara sah di mata hukum melalui Surat Pengakuan Tanah Wakaf (Akte Pengganti Ikrar Wakaf) yang disahkan oleh Kepala Desa Mesjid No. 01/wk/dm/05/2007, tanggal 13 April 2007, dan diperkuat oleh KUA Kecamatan Batang Kuis, tanggal 13 April 2007, dengan lebar 56,5 m; panjang 197 m dan luas ± 11.130,5 m². Batas wilayah areal pemakaman tersebut, yaitu: di sebelah timur berbatasan dengan jalan umum; di sebelah barat berbatasan dengan tanah Hotman Sinaga; di sebelah utara berbatasan dengan tanah Sahat Sigalingging dan Sinambela; dan di sebelah selatan berbatasan dengan Simon Sinaga.
Di Kompleks Makam Diraja Serdang ini bersemayam beberapa Sultan Serdang, yaitu:
Sebelum dikukuhkan dengan Surat Pengakuan Tanah Wakaf, kondisi Makam Diraja Serdang cukup memprihatinkan. Pada saat musim penghujan yang sering menimbulkan banjir maupun banjir, tak jarang areal pemakaman tertutup air sehingga tidak bisa diziarahi. Pada tanggal 8 Juni 1936, Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah membangun Serdang Kanal dengan cara meluruskan Sungai Serdang, sehingga aliran sungai yang seharusnya melewati pemakaman bisa dimatikan. Hal ini berimbas pada terselamatkannya kompleks pemakaman dari ancaman banjir pada musim penghujan.
Pada tahun 1968, Tengku Abunawar Sinar, Tengku Luckman Sinar, Tengku Abukasim Sinar, Tengku Teh Nasrun, Tengku Ataillah, dan Tengku Athar, bersama rombongan berziarah ke kompleks pemakaman. Para bangsawan Kesultanan Serdang ini mendapatkan pemandangan yang kurang menyenangkan, yaitu areal pemakaman telah beralih fungsi menjadi sawah takung yang dikerjakan oleh para pendatang Batak Toba. Selain itu, ratusan batu nisan telah dilonggokkan dan hanya makam Marhom Kota Batu (Sultan Basyaruddin Syaiful Alamsyah) yang masih tersisa karena kebetulan terlindung oleh pohon tua yang besar.
Kejadian ini kemudian dilaporkan kepada pamongpraja setempat dan alat negara, tetapi kurang mendapat tanggapan yang signifikan. Para bangsawan Kesultanan Serdang akhirnya mempunyai inisiatif untuk menyelamatkan cagar sejarah tersebut dengan cara membayar “uang ganti rugi” kepada Bona Sinaga dan J. Sigalingging yang kebetulan mengelola sawah taking tersebut. Atas dasar “uang ganti rugi” inilah kemudian dibuat sketsa peta yang kemudian ditindaklanjuti dengan pembelian oleh perwakilan para bangsawan Kesultanan Serdang yang diwakil oleh Tengku Teh Nasrun dan T. Ataillah sebagai orang yang paling tua di kalangan zuriat turunan Sultan Serdang.
Selain pemberian “uang ganti rugi”, pada tanggal 18 Mei 1990, Tengku Ziwar membeli tanah yang menghubungkan antara kompleks pemakaman dengan jalan raya, seluas ± 1200 m². Penyelamatan terhadap kompleks pemakaman kembali dilakukan pada tahun 1999 oleh Tengku Abunawar Sinar, Tengku Luckman Sinar, dan Tengku Abukasim Sinar. Ketiga bangsawan Kesultanan Serdang ini melakukan langkah penyelamatan dengan cara membetulkan batu nisan makam Sultan Ainan Johan Alamsyah, Sultan Thaf Sinar Basarshah, dan Sultan Basyaruddin Shaiful Alamsyah, serta membuat pagar kawat duri di sekeliling kompleks makam.
Pada tahun 2002, Tuanku Luckman Sinar Basarshah II membuat pagar batu di sekeliling komplek makam dan pintu gerbang dengan tulisan “Kompleks Makam Diraja Serdang”. Selain melakukan pembangunan, Tuanku Luckman Sinar Basarshah II juga mengangkat seorang pegawai yang bernama Hasanuddin yang bertugas sebagai juru kunci makam sekaligus sebagai Wakil Nazir Masjid Sultan Sinar yang terletak tak jauh dari kompleks pemakaman. Tugas Hasanuddin adalah menjaga dan merawat kompleks pemakaman tersebut.
Upaya pelestarian makam kembali dilakukan dengan cara membetulkan kembali batu nisan dan galangan badan makam para Sultan Serdang tersebut karena tulisan yang tertera pada batu nisan sudah tidak jelas. Hal ini penting dilakukan sebagai salah satu legitimasi peninggalan sejarah bahwa wilayah tersebut didirikan oleh Kesultanan Serdang.